Kamis, 06 Desember 2012 - 0 komentar

(Belajar Pada) Sang Alkemis

selesai baca Des 2012
Jujur, saya begitu mengagumi novel Paulo Coelho ini. Ini kali ketiga saya membacanya. Awal kalinya, saya tak pernah tahu kalau ada novel secerdas dan sefilosofis ini. Pada mulanya, dia, seorang perempuan bernama panjang, yang saya kenal tiga tahun lalu, meminjami saya novel hadiah ulang tahun dari kakaknya. 

"Sumpah. Ini keren banget." katanya pada saya saat meminjamkan novelnya.

Walhasil, rasanya saya harus berterima kasih pada perempuan yang sekarang masih duduk di kelas akhir SMA itu. Dialah yang mengenalkan saya pada sosok alkemis yang menemani perjalanan Santiago mencari harta karunnya. Semoga dia, perempuan yang senyumnya menenangkan itu, juga sudah menemukan alkemis di pengembaraannya.

Coelho boleh jadi adalah seorang penulis yang mampu menumpahkan detil-detil pikiran tanpa paksaan. Nilai-nilai universal yang tak membatas dengan keyakinan apa pun, dihadirkannya dengan sangat santun. Seolah-olah angin, biar pun kita diam, toh kita merasakan kebermanfaatan dari nilai-nilai universal itu. 

Rasanya tak perlu saya mendedahkan kisah si gembala Santiago mencari harta karun yang datang lewat mimpinya itu, karena sudah banyak orang yang mengupasnya. Terlebih, saya ingin sekali setiap pembaca tulisan ini juga membaca novel yang sudah diterjemahkan dalam puluhan bahasa dan diklaim telah banyak menginspirasi orang di seluruh dunia ini. Saya pun, dalam berbagai kesempatan, selalu merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Kepada teman-teman, murid-murid dan juga orang tua saya sendiri. Karena kekayaan yang terkandung di novel ini selalu relevan dengan apa pun kondisi zaman. Tingal menunggu saja, saat-saat tepat buat Coelho menerima nobel, sebagai ganjaran atas kesetiaannya menulis dengan jujur dan santun.

Selama membaca Sang Alkemis (Judul aslinya; The Alchemist), saya seringkali tenggelam pada oase-oase makna yang dalam. Beberapa kali saya harus menutup buku. Menyalakan rokok atau menyesap kopi untuk mentas dari dasar oase itu. Juga beberapa kalimat yang sempat saya abadikan di kertas kecil pribadi saya. Oh ya, ini juga merupakan kebiasaan pribadi saya. Ketika membaca, saya selalu menyelipkan kertas kosong sebagai pembatas. Wanti-wanti saja kalau ada kata yang saya tak tahu artinya atau ketika menjumpai kalimat yang kuat, punya pengaruh dan nasihat berisi.

Berikut, saya kutipkan beberapa kalimat kuat yang telah saya salin di kertas kosong pembatas baca saya:

~ Yang membuat kehidupan ini kian menarik, adalah kemungkinan untuk mewujudkan impian untuk jadi kenyataan. - Santiago.

~ Gembala selalu mengambil risiko dengan serigala dan musim kemarau; itu yang membuat kehidupan gembala jadi menarik. - Santiago. 

~ Dalam hidup ini, justru hal-hal sederhanalah yang paling luar biasa. - perempuan Gipsi peramal mimpi.

~ Dusta terbesar itu: bahwa pada suatu titik dalam hidup kita, kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada kita, dan hidup kita jadi dikendalikan oleh nasib. - Raja Salem.

~ Rahasia kebahagiaan adalah dapat menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes air di sendokmu. - Orang bijak.

~ Ada hal-hal yang tidak perlu dipertanyakan, supaya kau tidak melarikan diri dari takdirmu. - Santiago.

~ Cinta tak pernah menghalangi orang mengejar takdirnya. Kalau dia melepaskan impiannya, itu karena cintanya bukan cinta sejati... bukan cinta yang berbicara Bahasa Dunia. - Alkemis.

~ Saat-saat paling gelap di malam hari adalah saat-saat menjelang fajar. - petuah desa asal Santiago.

~ Setiap orang di dunia ini, apa pun pekerjaannya, memainkan peran penting dalam sejarah dunia. Dan biasanya orang itu sendiri tidak menyadarinya. - Alkemis.

~ Di mana hartamu berada, di situlah hatimu berada. - Alkemis.

~ Apa yang terjadi satu kali tidak bakal terjadi lagi. Tapi apa yang terjadi dua kali, pasti akan terjadi untuk ketiga kali. - pepatah tua seorang pencuri.

~ dan sungguh masih banyak lagi....

Dari Santiago, saya banyak belajar tentang keindahan mengejar takdir. Rasanya, saya mesti tahu takdir apa yang harus saya kejar dalam hidup saya. Dengan mengejar takdir, hidup takkan menjadi sia-sia. Juga Santiago mencontohkan bahwa kehilangan itu bukan apa-apa. Ini relevan sekali dengan kehilangan yang saya alami. Kalau saja Santiago tidak kecurian di pasar, yang membuat uangnya benar-benar tandas, ia takkan mungkin juga bertemu dengan pedagang gelas kristal, yang juga akan mempertemukannya dengan peristiwa-peristiwa besar lainnya. Maka saya pun berharap seperti Santiago. Kehilangan Dell malah akan membawa beragam peristiwa besar yang bakal mendekatkan saya pada takdir saya, peran penting saya dalam kehidupan dan kebahagiaan mewujudkan impian. 

Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih, terima kasih, dan terima kasih pada perempuan yang mengenalkan saya pada alkemis ini. Perempuan yang tatap matanya bisa mendatangkan cinta ini, saya percaya adalah Fatima saya. Tetapi, lagi-lagi seperti Santiago, saya hanya bisa berharap dan berbicara pada Bahasa Dunia yang tanpa kata-kata dalam mengucapkan cinta saya. 

Benar. Rasanya ini hanya air di tepi oase yang dikecipakkan dengan kaki. Jika ingin merasakan kesegaran air oase itu, tunggu apa lagi. Baca buku Coelho satu ini. Karena kita takkan bisa merasakan kesegaran itu lewat tepian saja, tapi, ada kalanya, juga perlu tenggelam di dalamnya.

Salam, 
Fatih. 

0 komentar:

Posting Komentar