Kamis, 07 Juni 2012 - 1 komentar

Semakin Dekat (part I)

source: file pribadi

Mungkin, bagi sebagian besar orang, punya paspor adalah hal lumrah. Sama lumrahnya dengan orang-orang punya KTP.

Tetapi tidak bagi saya, pemuda asal Palurejo, sebuah dusun kecil di Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi yang tapal batasnya saja tidak jelas.

Bagi saya, buku kecil serupa buku nikah itu adalah sebuah dokumen istimewa yang sangat-sangat di luar ekspektasi, bisa masuk di lemari, tepat di bawah tumpukan baju saya.

Kenapa? Di Palurejo, hanya orang-orang yang pernah dan atau calon TKI/W sajalah yang memiliki dokumen ini. Saya yakin tidak ada satu pun tetangga yang segila saya; membuat paspor tanpa pernah tahu akan dan kapan pergi ke luar negeri.

Tetapi memang beginilah aturan mainnya. Saya harus punya garasi dulu untuk memanggil mobil dalam kehidupan saya, harus punya rumah terlebih dahulu untuk memanggil calon istri saya, harus punya lapar dulu untuk memanggil makanan ke mulut saya. Ini peraturan semesta bukan? Dan saya harus punya paspor terlebih dahulu sebelum mewujudkan cita-cita saya untuk keliling dunia.

Nah, keinginan saya itu tidak muluk-muluk jika diumbar ke orang-orang berpenghasilan enam digit, tetapi, jangan sekali diumbar ke tetangga saya. Mereka pasti akan berkomentar,
"ngimpi!"
"koyok uwong kelebihan duwik ae." (seperti orang kelebihan uang saja.)
"ojo-ojo arep dadi TKI," (jangan-jangan mau jadi TKI)

Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Terserah apa kata orang, bagi saya, ini bukti semakin dekatnya saya menuju cita-cita!

Salam,
Fatih

1 komentar:

Posting Komentar