Sabtu, 12 Agustus 2017 - 0 komentar

Tak Kuasa Melawan Tiba-tiba

SAYA suka berkumpul dengan teman-teman. Apalagi setelah lama tidak bertemu. Selalu ada rasa antusias membuncah melihat wajah mereka, satu per satu. Menyangka-sangka kebahagiaan jenis apa yang sedang memenuhi kehidupan mereka. Pengalaman seperti ini, bagi saya pribadi, semacam stimulus agar lebih semangat makarya dan berkarya. 

Beruntung, saya tidak pernah mengenyam pendidikan menengah di bangku sekolah negeri. Kadang, jika membayangkan hal tersebut hari ini, begitu ngeri. Saya tidak mungkin menghapal 272 nama teman satu angkatan. Sehingga ketika digelar reuni, yang ada hanya lupa si dia dulu di kelas mana, si dia dulu teman bersama di ekskul apa. 

Hal seperti itu tidak akan terjadi dalam hidup saya. Teman-teman SMA hanya 33 dengan komposisi yang aneh: enam siswa dan 27 wanita. Syukurnya, hanya sepasang saja yang jadi suami istri. Selebihnya, sudah mantap dengan pilihan hatinya sendiri-sendiri. Yang masih lajang, ada juga. Tapi tidak banyak, sehitungan saya kurang dari jumlah jari sepasang tangan belaka. 

Lalu seperti biasa, ketika sudah memasuki bulan puasa, mulai tercetus menggelar ajang kumpul-kumpul lagi. Sebenarnya, saya tidak begitu berminat jadi panitia. Toh sudah pernah pada tahun-tahun sebelumnya. Sampai tiba-tiba masuk undangan ke grup WA. Namanya Reuni Alumni Alkautsar 09.

Baca juga: Kisah Reuni Tiga Tahun Silam

Ida Jazilatul adalah perempuan yang paling 'berisik' mengenai temu kangen tahun ini. Saya diajaknya bicara serius. Padahal, dia sudah tahu saya adalah orang yang tidak pernah serius, apalagi dengan 'keberisikan' yang diocehkan Ida saban hari. Tapi, lambat-laun, saya luluh juga untuk mulai membantu pertemuan tahun ini. 

"Aku bantu desain undangannya deh ya?" kata saya.
Selasa, 16 Desember 2014 - 0 komentar

Di Warung Kopi, Tak Boleh Duduk Seorang Diri

photo by: @muftih

Riuh serupa pasar di balik dua lebar daun pintu besi
Ada yang membincangkan ikan-ikan di laut tak tertangkap
Ada yang menggemingkan harga gula menggila
Ada yang merungsingkan listrik tak lagi menyala
Ada yang membualkan tetangga membeli mobil baru 
padahal rumahnya tak bergarasi

Tak ada lengang di bilik ini,
Apalagi sepi yang dipunya anjing kudis lapar yang terkapar di tepi jalan
Semua yang terdengar di telinga kiri-kanan adalah tawa-tawa
Hidup, bagi mereka, ada untuk ditertawakan
Sambil membasahi mulut dengan kopi hitam atau yang dipadu susu

Hening haram singgah di sini
Tapi, seorang nekat membawanya kemari
Pria bermahkota putih dengan punggung bungkuk, duduk
memesan secangkir kopi
Dari saku baju kumalnya
Ia cuatkan hening
dan menangis tersengguk seorang diri
Isak yang disamarkan tawa-tawa menggema
Air mata yang diusap cerita-cerita
Lelaki ringkih itu tak bisa berbagi
Kopinya di atas meja hinggakan masin

Karena dia lupa, di warung kopi, terpajang pamflet;
Tak boleh duduk seorang diri.


Kijang, September 2014
- 1 komentar

Angsa Putih


: kepada S

Kirana,
Kukabarkan padamu tentang seekor angsa putih.
Jangan mengira, angsa hanya bisa bernyanyi dan berterbangan sana-sini.
Karena ternyata, ia mampu mengangkat batang yang lama terendam
di lubuk danau.
Terlebih dulu dikecipakkannya ketenangan air 
dengan sayapnya yang putih.

Kirana,
Angsa putih itu tak takut lumpur, yang keruhnya bisa saja mengotori bulu-bulu lembutnya.
Baginya, putih bukan saja di mata. Tapi, di hati.
Sehingga ia berkelana, dari rimba ke rimba. 
Mencari pasangan jiwanya.
Meski sayapnya ringkih, ia tak pernah mengeluh, sekalipun lirih.

Kirana,
Kelak bila kamu menjumpai angsa putih, belajarlah padanya tentang keberanian. 
Agar kamu tahu,
betapa tak pernah mudah melintas di atas danau dengan air yang disepuh senja keemasan 
dan sebatang hati yang coba dientaskan.

Tanjungpinang, November 2014
Kamis, 30 Oktober 2014 - 2 komentar

8.064 Jam Menjadi cr8

Tanpa sepatu pun Syadad dan Syahdan tetap bahagia.
Pun seharusnya kita. 

Jika kuat semenit, maka kuat sejam.
Tahan sejam, tahan sehari. Mampu sehari, mampu seminggu.
Bisa seminggu, bisa sebulan. Sanggup sebulan, sanggup setahun.
Betah setahun, betah ....


Bila dingiangkan 28 Oktober ke sepasang telinga, ada dua hal yang bakal saya ingat. Sudah tentu, sebagai orang Indonesia, saya akan senantiasa mengenang Hari Soempah Pemoeda. Tanpa peristiwa Itu, saya tak mungkin bisa menjadi Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia. Karena saya akan betah dan anteng di bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu. Tapi, sumpah bersetia berbahasa satoe bahasa Indonesia menjadikan saya harus belajar lebih jauh, dalam arti sebenarnya, untuk benar-benar memahami bahasa persatuan ini. Itu hal pertama.

Satu hal lagi yang bermain di kepala ketika tarikh itu tiba adalah penanda usia kerja. 28 Oktober 2013-28 Oktober 2014 adalah tarik penanda 365 hari atawa setahun sudah saya tidak mengenakan pantopel hitam dan baju batik. Setahun sudah juga saya tak berteriak lantang-lantang di hadapan puluhan bocah di bawah 12 tahun dalam sebuah kelas. Karena sejak 12 bulan lalu, saya sudah berkalung kartu ajaib, yang membawa saya kian dekat dengan impian-impian kehidupan.
Rabu, 06 Agustus 2014 - 0 komentar

Reuni; Ikatan Tak Tampak Mata

~ on the table we unity ~

Friends are born, not made.
~ Henry Adams

Reuni merupakan frasa. Berasal dari dua kata. Unity, artinya bersatu. Kemudian lema ini ditambah dengan imbuhan awalan re- yang berarti ulang atau kembali. Secara utuh, reuni bisa diartikan sebagai kembali bersatu. Sesuatu yang bersifat kembali, terkadang, lebih sukar ketimbang memulai. 

Namun, manusia tak boleh lupa, segala bentuk kesukaran itu bukan berarti tak terselesaikan. Kesukaran adalah pintu masuk menuju kebahagiaan. Tak percaya? Soal ujian nasional SMA lima tahun lalu buktinya. Kesukaran memilih satu di antara a, b, c, d, dan e ternyata hanya pintu saja. Setelah dinyatakan lulus, kebahagian tak terpermanai merebak di hati. Merekah-rekah sepanjang hari yang dinamai kelulusan. 

Lima tahun lalu, saya tergabung bersama teman-teman luar biasa di bangku tingkatan menengah atas yang punya kegilaan tanpa batas. Kami bertiga puluh tiga yang berstatus sebagai santriwan-santriwati berjuang untuk mimpi yang sama; menuntaskan kelulusan. Hasilnya, meski gila, ternyata amat memuaskan. Kami melenggang penuh kesempurnaan. 

Setelahnya, kesatuan serupa sapu lidi itu bercerai-berai. Kami tak boleh bersedih. Karena percerai-beraian itu demi mengejar setiap impian. Waktu dan tempat boleh memisahkan. Tapi, sebenarnya hati kami masih terikat dengan kesalingmengertian yang tak tampak mata. 

Ikatan itu yang pada akhirnya menguatkan tekad untuk menerjang kesukaran penyatuan-kembali atau reuni. Tahun demi tahun terus berganti. Ajang temu kangen ini tak pernah berhenti. Dimulai dari rumah Gayatri Oktarina di Genteng, Nurhayati Hasan di Muncar, Mitha Ayu Lestari di Genteng, dan tahun lalu, agak berbeda, karena diselenggarakan di rumah santriwan, Ahmad Dhailami di Pesanggaran.