Sabtu, 31 Agustus 2013 - 0 komentar

Dari Katak Hingga Kutilang


Mungkin, pada masa lalu aku pernah mencintaimu. Terbawa hingga sekarang. Semoga sampai pada masa mendatang.
Pada masa lalu, mungkin aku adalah katak hijau, dan kau ikan mujair. Sehingga aku terus bernyanyi di tepi danau, menungguimu.
Lalu pada masa ini, kita sama-sama terlahir sebagai manusia. Seharusnya kita bisa menyatukan cinta. Tapi tak selamanya asa jadi nyata.
Ada banyak kerikil yang mengelilipi mata kita. Seperti ego, status, jarak, rupa, dan yang paling besar adalah realita.
Realita bahwa kau benar-benar tak mencintaiku. Kerikil ini hampir sempurna buatku buta. Tapi aku tak mau kehilangan mata.
Karena hanya dengan mata aku bisa melihat bahwa kau adalah gadis mujairku dari masa lalu. Matamu yang memberitahuku.
Barangkali karena tidak lagi hidup di air, menulikan telingamu dari laguku. Atau malah karena aku yang telah pandai bicara, dengan bahasa manusia?
Kau menutup pintu, begitu juga aku. Kita sudah hilang percaya pada bahasa. Karena katak harusnya mengorek, sedangkan mujair tetap dalam air.
Atau mungkin kita mesti menunggu kelahiran ketiga? Saat bahasa bukan lagi kendala. Saat mata sungguh-sungguh terbuka.
Kau terlahir jerapah, aku menetas kutilang. Di atas rambutmu yang pirang, aku bernyanyi riang. Aku mencintaimu hingga masa mendatang.

0 komentar:

Posting Komentar